Yellow Ladybug

Kamis, 21 Mei 2015

Rupa-Rupa Iket Sunda


Iket Orang Sunda

Pake Iket Itu Gaul Tidak sedikit orang yang menganggap mereka yang mengenakan iket atau totopong sebagai penganut aliran tertentu ataupun mereka yang memiliki ilmu gaib atau percaya pada hal-hal mistis. Itulah pandangan miring masyarakat tentang iket atau totopong (ikat kepala) selain dipandang kuno dan ketinggalan zaman.

Kain berbentuk bujur sangkar yang dikenakan kaum pria Sunda untuk menutupi kepala selain disebut iket juga dikenal dengan nama totopong atau destar. Kain iket berbentuk bujur sangkar berukuran 105 X 105 cm atau 90 X 90 cm.

Pada awalnya kain iket hanya mengenal dua warna, putih dan hitam. Warna putih diperuntukan bagi orang yang dianggap sepuh atau yang ditokohkan, sedangkan warna hitam untuk masyarakat biasa. Kemudian dengan semakin berkembangnya budaya, iket di setiap daerah mengenal berbagai motif, corak maupun warna sesuai identitas daerah.

Bahan dasar kain iket biasanya kain morin kasar berwarna polos (putih atau hitam) dengan pola hias pada bagian sisinya. Ragam hias yang ditampilkan biasanya modang atau cemungkiran (ornamen khusus atau simbol).

Menurut kebiasaan orang sunda iket terdiri dari empat jenis:

Iket Barangbang Semplak


Iket yang sangat sederhana dan mudah membentuknya. Ciri khas iket ini terletak pada bagian kain berbentuk segitiga yang menjuntai (jurai/cula badak) di belakang kepala yang menyerupai pelepah daun kelapa rebah.
Pengguna iket jenis ini biasanya mereka yang berprofesi pekerja yang membutuhkan waktu cepat dan ringkas, seperti petani, kusir delman, jawara atau jagoan, serta pedagang hewan (ayam, kerbau atau domba).

Iket Paros atau Parengkos


Iket ini dibentuk dengan cara dilipat dan diputar. Parengkos adalah menarik kain segitiga yang menjuntai ke belakang sehingga menutup bagian atas kepala, dan untuk menguatkannya ujung kain diikat di bagian belakang. Jenis iket ini paling banyak macamnya, ada parengkos nangka, parengkos jengkol, parengkos koncer, parengkos jahen dan lainnya. Iket jenis ini basanya dikenakan bagi mereka yang hendak bekerja, sekolah, beribadah dan kegiatan resmi.

Iket Kuda Ngencar


Iket ini bentuknya sangat sederhana karena berupa lilitan kain segi empat yang kemudian dibentuk menjadi segitiga dan diikat di bagian belakang, dan bagian atas dibiarkan terbuka. Jenis iket ini biasa dikenakan anak-anak muda yang hendak bepergian jauh, seperti banyak dilakukan warga Baduy luar.

Iket Porteng


Jenis iket ini sangat berbeda dengan jenis iket lainnya. Bentuknya seperti mengenakan sorban dengan bagian atas kepala terbuka. Pada bagian depan maupun belakang tidak terdapat hiasan berupa jurai atau cula badak.  Pada Iket Porteng diperkuat tanpa ikatan melainkan dengan cara menyelipkan ujung kain lilitan di bawah lilitan kain. 

Selain ke empat jenis dan bentuk tersebut di atas, sebenarnya di sejumlah daerah lain masih dikenal berbagai istilah seperti badak heuay, julang ngapak, kekeongan, tanduk uncal, talingkup dan banyak lagi lainnya.
Filosofi Iket Sunda
Pernah menyaksikan pagelaran wayang golek dalam budaya sunda? Didalamnya selalu dihiasi dengan kejenakaan 3 tokoh punakawan. Sebutlah cepot, dawala dan gareng. Cepot merupakan tokoh yang paling terkenal diantara ketiganya. Dan merupakan ciri khas dari Cepot adalah kulit berwarna merah, gigi tonggos dan tak lupa selalu menggunakan tutup kepala yang disebut sebagai iket.
Iket dalam budaya sunda memiliki filosofi tersendiri, disebut Makutawangsa :

“sing saha bae anu make iket ieu, maka dirina kudu ngalakonkeun Pancadharma….“
artinya : “barang siapa yang menggunakan iket ini, harus menjalankan Pancadharma…
Hukum Pancadharma:
  • Apal jeung hormat ka Purwadaksi Diri (Menyadari dan menghormat kepada asal usul diri).
  • Tunduk kana HUukum jeung Aturan (Tunduk akan hukum dan tata tertib/aturan).
  • Berilmu (Dilarang Bodoh)
  • Mengagungkan Sang Hyang Tunggal (Sang pencipta, Tuhan yang Maha Esa).
  • Berbakti kepada BANGSA dan NEGARA.

Digambarkan tahapan iket Makutawangsa. Pada tahap pertama disebut OPAT KA LIMA PANCER, dapat juga diartikan diri menyatu dengan unsur-unsur utama alam: Angin, Cai (Air), Taneuh (Tanah) dan Seuneu (Api). Kemudian segiempat tadi dilipat menjadi bentuk segitiga yang merupakan refleksi Diri, Bumi dan Negeri. Refleksi ini dikenal dengan sebutan TRITANGTU dalam falsafah sunda. Kemudian lakukan lipatan sebanyak lima kali, disebut sebagai PANCANITI.
  • Niti Harti (Tahap mengerti)
  • Niti Surti (Taham memahami)
  • Niti Bukti (Tahap membuktikan)
  • Niti Bakti (Tahap membaktikan)
  • Niti Jati (Tahap kesejatian, manunggal dengan sang pencipta)
Filosofi diatas adalah pemahaman pribadi mengenai filosofi iket sunda.

Budaya mengalami perkembangan. Termasuk dalam jenis-jenis iket sendiri. Adalah Mochamad Asep Hadian Adipraja, saya sebut sebagai seorang pemerhati iket sunda. Saya mengenal Kang Asep dari seorang teman yang gemar dengan kebudayaan sunda. Dan sampai saat ini Kang Asep masih mengumpulkan rupa-rupa iket yang ada di Nusantara. Kang Asep dalam blognya pulasaraiket menganalisa bahwa iket dapat digolongkan menjadi dua model utama :
  • Rupa Iket Buhun; adalah rupa iket yang sudah terdapat di kampung-kampung adat, dan sudah menjadi pola kebiasaan sehari-hari dalam penggunaannya tanpa tercampur oleh budaya atau elemen dari luar.
  • Rupa Iket Reka-an; adalah rupa iket hasil karya dari pribadi dengan kreasi yang disukainya, namun pada prinsipnya adalah tetap menggunakan kain segiempat.
Berikut adalah rupa iket yang berhasil dikumpulkan :

RUPA IKET BUHUN


Parekos Jéngkol; Parekos Nangka; Barangbang Semplak; Julang Ngapak; Koncér; Kuda Ngencar; Lohen; Kebo Modol; Kolé Nyangsang; Buaya Ngangsar; Porténg; Parekos Gedang ( Kampung Ciptagelar ); Ki Parana ( Kampung Ciptagelar ); Udeng ( Kampung Ciptagelar ); Pa’tua ( Kampung Ciptagelar ); Babarengkos ( Kampung Ciptagelar ); Iket Adat Kampung Ciptagelar 1 ( Kampung Ciptagelar ); Iket Adat Kampung Naga 1; Iket Adat Kampung Naga 2; Iket Adat Kampung Dukuh; Iket Adat Kampung Cikondang 1; Iket Adat Rancakalong;

RUPA IKET RÈKA-AN


Parékos Candra Sumirat; Parékos Maung Leumpang; Parékos Batu Amparan; Parékos Dua Adegan; Parékos KiPahare; Kujang Dua Papasangan; Parékos Jeulit Danas.
 

Kamis, 14 Mei 2015

Budaya Kota Sumedang

                                Budaya kota sumedang


KUDA RENGGONG / KUDA PENCAK
 
Koda renggong merupakan seni pertunjukan tradisional yang sangat populer di kabupaten Sumedang. Atraksi ini berupa pertunjukan dimana seekor kuda yang terlatih melakukan gerakan menari dan berjalan mengikuti hentakan musik tradisional sunda yang disebut kendang pencak.
 
Seekor kuda dilatih dengan baik untuk membuat gerakan seperti menari atau kadang juga melakukan gerakan seperti berkelahi melawan pelatihnya dengan gaya pencak silat. Oleh sebab itulah pertunjukan ini juga sering disebut dengan pertunjukan kuda pencak.
 
Mulai tahun 1910 hingga sekarang kuda renggong secara tradisional sering dipertontonkan pada acara khitanan / sunatan. Sebelum seorang anak dikhitan, sang anak diarak mengelilingi kota di atas punggung kuda renggong diikuti oleh anggota keluarga dan kerabat dekat yang ikut menari di depanya dan berkeliling dari satu desa ke desa lainya.
Atraksi budaya kuda renggong
Atraksi kuda renggong / kuda pencak.

WAYANG GOLEK

Pembuatan wayang golekWayang golek adalah salah satu kesenian khas tanah Sunda. Pada umumnya wayang golek masih dibuat secara tradisional oleh penduduk desa-desa tertentu di Jawa Barat.

Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.
Pembuatan wayang golek
 
Selain itu, karena ke khasanya wayang golek juga sering difungsikan sebagai sufenir / tanda mata khas tanah Sunda.
 
Harga wayang golek relatif murah, kisaranya sangat ditentukan oleh ketelitian dari ukiran / tingkat kesulitan dalam pembuatanya juga bahan bakunya. Menurun Mang Iin salah satu pengrajin Wayang golek dari daerah Rancakalong, Sumedang, untuk wayang dengan detail yang tidak terlalu rumit beliau bisa menyelesaikan 3-4 buah wayang sehari, sedangkan untuk wayang dengan detail / kualitas tinggi bisa membutuhkan waktu 3-4 hari untuk menyelesaikan sebuah wayang.
 
Pada umumnya wayang dibuat dari kayu albasia dipasarkan dengan kisaran harga Rp. 15.000 / unit lengkap dengan pakaian dan aksesoris. Sedangkan wayang kualitas lebih baik dengan menggunakan kayu mahoni dll. dipasarkan dengan harga Rp. 40.000 s/d Rp. 150.000 / unit.
 
Wayang Golek

Kebudayaan Garut Jawa Barat!!

1.  Dodombaan 
Kecamatan : Bayongbong

Atraksi seni yang menggunakan tetabuhan seperangkat kendang pencak silat dengan beberapa orang pendukungnya. Satu atau dua orang melakukan ibing pencak silat, juga terdapat delapan orang yang mengusung dua buah patung domba dari kayu yang bisa ditunggangi anak-anak dan dewasa.
Kesenian ini lahir di Desa Panembong Kec. Bayongbong dan dipimpin oleh Bapak SAJIDIN.
2.  Surak Ibra

Kecamatan : Wanaraja

Seni tradisional Surak Ibra dikenal juga dengan nama lain Boboyongan Eson. yang berdiri Sejak Tahun 1910 di Kampung Sindang Sari, Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut. Kesenian Tersebut Hasil Ciptaan Raden Djajadiwangsa Putra Dari Raden Wangsa Muhammad (Dikenal Dengan Nama Lain Raden Papak).
Kesenian ini merupakan suatu sindiran (simbol﴿ atau semboyan tidak setuju terhadap Pemerintahan Belanda pada waktu itu yang bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat jajahan. Khususnya di daerah Desa Cinunuk dan umumnya daerah Kabupaten Garut.
Kesenian ini memiliki tujuan untuk memupuk motivasi masyarakat agar mempunyai pemerintahan sendiri hasil gotong royong bersama untuk mencapai tujuan cita-cita bangsa Indonesia.
Selain itu juga untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan antara pemerintah dan masyarakatnya, demi menunjang keadilan dan kebijaksanaan pemerintah secara mandiri dengan penuh semangat bersama.
 3.  Lais
Kecamatan : Cibatu

Kesenian Lais Diambil Dari Nama Seseorang Yang Sangat Terampil Dalam Memanjat Pohon Kelapa Yang Bernama ?Laisan? Yang Sehari-Hari Di Panggil Pak Lais. Lais ini Sudah Dikenal Sejak Aman Penjajahan Belanda. Tempatnya di Kampung Nangka Pait, Kecamatan Sukawening. Atraksi yng ditontonkan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk pengaman, sambil diiringi tetabuhan seperti dog-dog, gendang, kempul dan terompet.
4.  Bangkulung 
Kecamatan : Cisurupan

Kesenian Bangklung merupakan perpaduan dua buah kesenian tradisional, yakni Kesenian Terebang dan Kesenian Angklung Badud.
Kesenian Bangklung merupakan hasil prakarsa Bapak Rukasah selaku Kepala Seksi Bidang Kesenian Depdikbud Kabupaten Garut, telah menetapkan perpaduan jenis kesenian Terebang dan Angklung pada tanggal 12 Desember 1968 di Desa Cisero Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut.
5.  Badeng 
Kecamatan : Malangbong

Kesenian tradisional BADENG diciptakan pada tahun 1800 yaitu di jaman Para Wali, kesenian ini mula-mulanya diciptakan oleh seorang tokoh penyebar agama Islam bernama ARFAEN NURSAEN yang berasal dari daerah Banten yang kemudian terus menetap di Kampung Sanding Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut, beliau dikenal masyarakat disana dengan sebutan LURAH ACOK. 
 6.  Debus
Kecamatan : Pameungpeuk

DEBUS adalah salah satu jenis kesenian tradisional rakyat jawa Barat yang terdapat didaerah pamempeuk Kabupaten Garut ini tercipta kira ?kira di abad ke 13 oleh seorang tokoh penyebar agama islam ,pada waktu itu di daerah tersebut masih asing dan belum mengenal akan ajaran islam secara meluas. Tokoh penyebar agama islam disebut Mama ajengan .
Nama ajengan berpikir dalam hatinya bagai manakah caranya untuk dapat menyebar luaskan atau mempopulerkan ajran agama islam karena pada waktu itu sangat sulit sekali karena banyak kepercayaan-kepercayaan dan agama lain yang di anut oleh masyarakat setempat. sedangkan ajaran agama islam pada waktu itu masih belum dipahami dan di mengerti maknanya .
Pada tengah malam bulan purnama si Mama Ajenganmengumpulka para santrinya untuk bersama-sama menciptakan sambil dengan belajar menabuh seperangkat alat-alat yang terbuat dari pohon pinang dan kulit kambing sehingga dapat mengeluarkan bunyi dengan irama yang sangat unik sekali yang kemudian kesenian tersebut dinamakan DEBUS. Dengan cara menyajikan kesenian ini, diharapkan dapat menarik masa yang banyak.
Untuk menjaga hal ?hal yang tidak diinginkan dalam menjalankan tugas menyebarluaskan ajaran agamanya nanti dan mungkin akan banyak rintangan-rintangannya maka disamping belajar kelihaian menabuh alat-alatnya diajarkannya pula ilmu-ilmu kebatinan baik rohani maupun jasmani dipelajarinya pula ilmu-ilmu kekebalan /kekuatandalam dirnya masing-nasing umpamanya tahan pukulan benda-benda keras seperti batu bata , kayu, kebal terhadap golok-golok tajam dsb. Menjalani dan mendalami berbagai ilmu ?ilmu kebatinan tersebut untuk menjaga apabila terjadi dikemudian hari sewaktu mereka mempopulerkan ajaran agamanya .
Didalam rangka mempertunjukan kesenian DEBUS tersebut mama Ajengan dan para santrinya yanh telah mahir dan dibekali oleh ilmu-ilmunya masuk, keluar kampung bahkan ke berbagai kota mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat umaro tua muda, laki-laki perempuan sambil memasukkan pengaruh ajaran agamanya lewat kesenian yang dipertunjukannya itu dengan membawakan lagu-lagu solawatan dan berjanji yang mengambil dari kitab suci Al-qur?an yang isinya mengajak masyarakat banyak untuk dapat memahami dan melaksanakan ajaran agama islam .
Demikianlah yang dilakukan setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan oleh mama Ajengan dengan para santrinya dalam rangka mempopulerkan ajaran agama islam lewat kesenian ?DEBUS? sehingga berhasil meningkatkan para prngikutnya hampir diseluruh daerah dengan didirikannya pesantren-pesantren, mesjid-mesjid/ surau untuk menampung pengikutnya .
Sampai sekarang secara turun temurun kesenian ?DEBUS? masih dipergunakan sebagai media untuk menghibur para tamu yang datang ke daerah tersebut disamping itu sering disajikan pada acara hajatan (kenduri) umpamanya hajat chitana ,hajat perkawinan atau upacara hari besar Umat Islam, yang sangatunik sekali sampai sekarang masih diperingati tiap terang bulan purnama tanggal 14 oleh keturunan mama Ajengan.
7.  Gesrek
Kecamatan : Pamulihan

Seni Gesrek disebut juga Seni Bubuang Pati (mempertaruhkan nyawa). Bila dikaji dengan teliti, seni Gesrek dapat dikatakan juga bersifat religius. Dengan ilmu-ilmu, mantra-mantra yang berasal dari ayat Al Qur?an pelaku seni ini bisa tahan pukulan, tidak mempan senjata tajam atau tidak mempan dibakar. Demi keutuhan/mengasah ilmu yang dimiliki pemain Gesrek perlu mengadakan pemulihan keutuhan ilmu dengan jalan ngabungbang (kegiatan ketuhanan yang dilaksanakan tiap malam tanggal 14 Maulud) yaitu mengadakan mandi suci tujuh muara yang menghadap sebelah timur sambil mandi dibacakan mantra-mantra sampai selesai atas bantuan teman atau guru apabila masih ada. Jadi dengan adanya Seni Gesrek kegiatan ritual bisa dilaksanakan secara rutin sebagai rasa persatuan dan kesatuan sesama penggemar seni yang dirasa masih langka. Setelah terciptanya Seni Gesrek timbul gagasan untuk mengkolaborasikannya dengan seni yang berkembang juga di wilayah ini yaitu seni Abah Jubleg. Seni ini dikatakan khowarikul adat (di luar kebiasaan) karena Abah Jubleg dapat mengangkat benda yang beratnya lebih dari 1 (satu) kwintal dengan menggunakan kekuatan gigi, dapat mengubah kesadaran manusia menjadi tingkah laku binatang (Babagongan/Seseroan) dan memakan benda yang tidak biasa dimakan oleh manusia. 
8.  Hadro
Kecamatan : Bungbulang

HADRO adalah jenis kesenian perpaduan antara budaya Parahyangan dengan budaya Parsi atau Arab. Seni ini diperkenalkan oleh Kyai Haji Sura dan Kyai Haji Achmad Sayuti yang berasal dari Kampung Tanjung Singuru Samarang Kabupaten Garut sekitar tahun 1917. kehadirannya tentu saja mendapat sambutan hangat dari masyarakat Desa Bojong. Maka tidak heran apabila perkembangannya sungguh sangat menggembirakan.
Jenis kesenian ini memiliki ciri tertentu dalam gaya dan lagunya. Gaya/laga adalah gerak geriknya yang diambil dari jurus-jurus pencak silat yang menggambarkan kepatriotan.
Lagu / liriknya diambil dari sajak pujangga Islam Syech Jafar Al Banjanji. Alat pengiringnya terdiri dari : Rebana, Tilingtit, Kempring, Kompeang, Bangsing, Tarompet dan Bajidor. 
9.  Pencak Ular
Kecamatan : Samarang

Merupakan kesenian tradisional dari Kec. Samarang. Pencak silat ini tidak jauh berbeda dengan pencak silat yang ada, hanya selain mendemontrasikan jurus-jurus silat, pesilat itu membawa ular berbisa dalam atraksi. Kelebihan lain pesilat bisa menjinakan ular-ular itu bahkan kebal terhadap gigitannya.
10. Cigawiran
Kecamatan : Selaawi

Seni tradisional Cigawiran termasuk kelompok cabang seni Karawitan Sekar, bukan seni petunjukan .Seni tradisional ini hampir sama dengan Beluk, Cianjuran Sumedang dan Kawih (Karawitan Sekar).
Tembang Cigawiran lahir di Desa Cigawiran, Kecamatan Selaawi.


11. Rudat

Kecamatan : Pameungpeuk

Merupakan seni pertunjukan atraksi kekebalan tubuh. Selain di Pameungpeuk, berkembang juga secara aktif di Cikajang dan Singajaya, dan berkembang secara kurang aktif di Kecamatan Leles.
Sumber : http://pariwisata.garutkab.go.id/index.php?mindex=daf_wisata

Rabu, 11 Maret 2015

 KEBUDAYAAN SUNDA (JAWA BARAT)

Sisingaan

Sisingaan atau Gotong Singa (sebutan lainnya Odong-odong) merupakan salah satu jenis seni pertunjukan rakyat Jawa Barat, khas Subang (di samping seni lainnya seperti Bajidoran dan Genjring Bonyok) berupa keterampilan memainkan tandu berisi boneka singa (Sunda: sisingaan, singa tiruan) berpenunggang.
Pertunjukan ini sering disajikan sebagai bagian dari upacara sunatan atau upacara lainnya dalam bentuk arak-arakan. Sisingaan biasanya ditampilkan dalam dua bentuk yang berbeda. Warga Subang menamakannya sebagai singa pergosi dan singa buhun.Pada atraksi sisingaan, sepasang anak kecil dengan memakai baju adat Sunda dinaikkan keatas sepasang tandu singa, yang diusung oleh empat orang pengarak. Atraksi dilakukan dengan berputar-putar, ataupun maju mundur dan bergerak terus mengelilingi kampung, desa, atau jalanan kota sampai akhirnya kembali ke tempat semula.


Indonesia seringkali disebut sebagai negara yang kaya akan kebudayaannya, sebutan itu memang sangat benar bila kita lihat dari semua keanekaragaman Budaya, Bahasa, Ras dll. Semua itu merupakan peninggalan leluhur yang sangat berharga untuk Indonesia. Akan tetapi Indonesia belum bisa mengolah semuanya dengan baik, bahkan banyak budaya yang diklaim oleh negara lain. Oleh karena itu, bagi generasi muda saat ini dan untuk ke depannya dapat melestarikan dan menjaga budaya negara sendiri. Jangan menunggu di klaim, baru kita bertindak :D
Disini saya akan sedikit menjelaskan beberapa kebudayaan yang berasal dari Jawa Barat. Budaya Jawa Barat banyak sekali contohnya saja seperti pencak silat, tari jaipong, kacapi suling, angklung, dll. Mungkin yg saya jelaskan masih sebagian kecil budaya jawa barat, takutnya tidak cukup saking banyaknya. contohnya saja seperti :
PENCAK SILAT merupakan suatu seni beladiri yang berasal dari Indonesia. Dalam perkembangannya kini istilah "pencak" lebih mengedepankan unsur seni dan penampilan keindahan gerakan, sedangkan "silat" adalah inti ajaran bela diri dalam pertarungan. Pencak silat terdiri dari empat aspek, seperti aspek bela diri, aspek seni budaya, aspek mental spritual, dan aspek olahraga. Ke empat aspek tersebut sangatlah penting dalam persilatan.





TARI JAIPONG merupakan sebuah jenis tari pergaulan tradisional masyarakat Sunda, Jawa Barat. Dan tarian ini cukup popular  di Indonesia. Tari Jaipong bisa di pertunjukan oleh satu orang bahkan bisa lebih dari satu,dua orang. Tari jaipong di iringi oleh musik yaitu Degung.

KACAPI SULING merupakan sejenis musik instrumental yang bergantung pada improvisasi dan populer di provinsi Jawa Barat yang menggunakan dua alat music kecapi dan suling. Kecapi suling masih berhubungan dengan tembang Sunda. 
Diatas merupakan penjelasan dari sebagian  budaya Jawa Barat, tapi masih banyak lagi selain dari contoh-contoh di atas. Maka dari itu sangat perlu sekali dalam menjaga dan melestarikan budaya sendiri.

Mengenal si Cepot

 Cepot Hitam

Cepot tentu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jawa Barat dan pecinta wayang golek. Salah satu tokoh dalam kesenian wayang golek ini memang sangat populer. Ketenarannya bahkan telah mendunia. Hal ini terbukti dengan keikutsertaan Cepot dalam festival internasional mewakili kebudayaan Indonesia di Yakutsk, Rusia. Sosok lucu dan bodor dalam wayang golek yang satu ini pun sukses menghibur warga Rusia dalam acara tersebut. Tokoh wayang golek Cepot memang mampu beradaptasi dengan kondisi sosial, zaman, dan perkembangan masyarakat dimana saja, tidak terkecuali di luar negeri.
Cepot merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Ayahnya bernama Semar Badranaya dan ibunya bernama Sutiragen. Wataknya sangat humoris, senang ngabador kepada siapa saja baik kepada ksatria, raja, ataupun para dewa seolah tanpa rasa takut. Meskipun demikian di setiap humor dan candaannya terdapat pesan moral, nasihat, dan kritik yang membangun. Setiap tingkah dan ucapan si Cepot pun selalu menyimpan pelajaran baik seperti setia, ceria, membela kebenaran, dan lainnya. Hal ini karena setiap kelucuannya berlandaskan pada nilai-nilai, norma-norma, dan juga sikap hidup.

Cepot GrupWajah Merah

Si Cepot dikenal pula dengan nama lain Astrajingga. Astrajingga diketahui berasal dari 2 kata yaitu sastra dan jingga. Sastra berarti tulisan, sementara jingga berarti merah yang menjadi lambang dari kelakuan buruk. Jadi sebenarnya Cepot merupakan gambaran karakter buruk seperti murid yang memiliki rapor merah. Namun, uniknya kehadirannya selalu ditunggu karena tingkah konyolnya yang membuat jengkel. Kakak dari Dawala dan Gareng ini pun sangat setia mengikuti kemana saja ayahnya pergi. Kesetiaannya juga terlihat saat kesediaannya bertarung membela negaranya melawan buta hijau.
Cepot 4 in 1Pada perkembangannya si Cepot kini bahkan menjadi ikon kesenian wayang golek. Malah ada yang bilang bukan orang Sunda namanya bila berlum mengenal tokoh wayang golek yang sangat populer satu ini. Satu hal yang membuatnya populer adalah karena adanya ciri khas yang membedakannya dengan tokoh wayang yang lain. Adapun ciri khas khusus yang dimiliki si Cepot yaitu wajahnya yang berwarna merah dengan gigi bawah besar yang menonjol ke atas.  Dengan wajah merahnya sosok lucu bodor ini menjadi mudah diingat dan dikenali.
Adapun satu dalang kondang yang sukses menjadikan si wajah merah ini tampil sebagai tokoh unggulan tidak lain adalah Asep Sunandar Sunarya. Menurut Asep, seorang dalang mesti mampu membaur dengan budaya masyarakat. Inilah mengapa tokoh Cepot disukai siapa saja. Lakon Cepot biasanya dimunculkan di tengah kisah. Perannya tidak lain untuk menemani para ksatria khususnya Arjuna yang menjadi majikannya. Kehadiran Cepot dijadikan satu media tersendiri dalam menyampaikan pesan. Pesan atau sindiran sarat makna tersebut disampaikan kepada penonton dengan cukup kocak sambil guyon.

Rabu, 25 Februari 2015

Orang Sunda mah amis budi

Seueur urang luar bandung anu nganjang ka Bandung, kumargi urang Bandung mah amis budi. Sanes ku seueur na artos, tapi pami teupang sareng urang Bandung mah sok disuguhan ku seuri nu amis......
Aya seuratan nu sanes nu sami sareng sim kuring.
http://rumahbacabukusunda.blogspot.com/2008_07_01_archive.html